Pages

Minggu, 22 Mei 2011

Jalan Pagi Imajener di Seputar : Sriwijaya- Brawijaya- Sukabumi


Sama sekali tak terbayang, kalau nantinya aku bakalan lama terdampar di Sumatera, dan kesempatan untuk mudikpun sepertinya harus di audit ber-ulang kali, demi melihat kondisi macetnya jalan menuju Sukabumi tercintaku..

Sukabumi dalam ingatanku tidaklah banyak, kusebut tak banyak, karena jujur saja aku agak kesulitan untuk merangkai memory thinkingku kembali, jadi ….? Aku akan memulainya dari yang terdekat dahulu, kemana …? Kita ke SD Brawijaya dulu…
SD Brawijaya/ SD Teladan .. Sukabumi.

Yang pertama,  jelas aku mau menyebut sebuah nama yang ruarr biasa telah membuat aku jatuh cinta, yaitu CIWANG … , ehmmm .. beradu, berpelukan dengan sambal kacang uenaak tenan, Ciwang itu singkatan Aci jeung Bawang, Makanan ini sebenarnya tak baik jika dikonsumsi pagi hari, dan biasanya sebelum lonceng di tabuh Pak Haris yang jangkung, gerombolan bocah tanpa seragam dan hanya bersendal jepit kesekolah itu telah berkerumun diseputar bibik istri penjaga sekolah, sepotong-dua potong CIWANG sebagai sarapan jadilah.., cukup memacu stamina belajar.

Hari Senin adalah hari special buat kami, kenapa..? Hari Senin adalah Hari Ber-sepatu, berbaju putih-putih, Ritual bersepatu kelinci putih yang tidak semua putih bersih itu, bisa diakali, mudah dan cepat.
Ada kolam ikan yang sama sekali tak terlihat ikannya, letaknya persis disamping kantor Ibu Roro Juariah, sang Ibu Kepsek, sepatu-sepatu yang berwarna putih tua itu,  kami kelir dengan potongan kapur tulis, sebelumnya si kapur tulis dicelupkan terlebih dahulu ke air keruh di kolam tadi, lantas di gosok2 ke spatu kelinci, 10 menit kering, dan jadilah sepatu Kelinci putih dadakan, mendadak putih dan mendadak pula  bisa sewaktu-waktu kembali kewarna asal, yaitu putih tua.

Biasanya Pak Tatang akan selalu siap menggantikan  Ibu Roro, jika berhalangan hadir saat Apel, Hari itu, adalah Senin menyebalkan buat aku, pasalnya, karena tergiur si Ciwang yang imut2 dengan sambal kacang yang menggugah selera, tanpa sadar, aku menghabiskan 4 potong ciwang, dengan takaran sambal yang so pasti lebih banyak,  hari itu, uang saku ku agak lebih dari biasa, karena  sehari sebelumnya ada uwakku datang dari Jakarta, dan beliau memberiku uang.
Tiba giliran Apel bendera, isi Ciwang diperutku, mendadak berontak, badanku berkeringat dingin, dan tiba-tiba pandangan mataku gelap, aku sempoyongan, dan terkulay lemas, mun ceuk urang sunda mah, eta teh panik nahan hitut tapi hesyee, da keur upacara tea..

Rasanya jadi tak nyaman, tambah gak keruan, karena seharusnya Pak Tatang berdiri didepan murid-murid yang sedang apel, tapi entah kenapa saat aku di gotong ke UKS, Pak Tatang ikut mengantar, ikut sibuk, di ruang UKS, sejujurnya aku malu mengakui satu hal, jika berdekat-dekat dengan Pak Tatang ini, lho memangnya mengapa..?,  bocah ingusan seusiaku kenal juga yang nama jealous, hooor ..?

Aku kesal dengan pak Tatang, karena beliau terlalu perduli dengan kawan sebangku, kawan se bangkuku nama : Kiki Ratnasari, dia sigadis berkepang dua, penyuka warna hijau itu kerap membuatku marah, because jealous tadi , karena apa-apa Kiki, apa-apa Kiki, pokok e  Kiki lagi Kiki lagi.

Beruntung si Kikiwik tak ikut nyelonong menontonku kesakitan karena sakit perut, namun entah kenapa, tiba-tiba, pak Tatang bersuara sedikit keras, “Bintang teh tadi sarapan heula teu..? coba panggil Kiki, ditunggu sama Kiki aja yaa .., Kikiiiiiiiii,  Kiiii” ,
Nah … benar kan..? Kiki lagi Kiki lagi.. , pikirku dalam hati, hadeeeuh, tambah sakit perut rasanya, jangan …jangan…oh ..jangan.. jangan.. , duuuh fusyiiiing kefalaku …

Gadis berkepang dua itu dalam hitungan menit telah berada disamping dipan UKS,
“Eh… Bintang kunaoooon..? hihihi”  tanpa kuduga, Kiki mengacungkan coklat ke arahku, sakit perutku mendadak hilang, lantas kami berbincang, sebenarnya Kiki baik, terlalu baik malah, tapi Kiki tak mengerti, bahwa dalam diri ini, ada sebuah keinginan yaitu `pengakuan diri`, pengakuan bahwa aku juga `bisa`, dan Kiki pagi itu berbisik, “Bintang, ari arek hitut mah, nyaa hitut we..mumpung keur teu aya sasaha” , gadis berkepang itu ngikik, pita kepangnya bergerak-gerak.

Fenomena anehpun tersanding, dua bocah berlainan tampilan, lantas asyik ngrumpi komik  Hans Christian Andersen, yang satu rada kuleuheu, yang satu manis, rapi jali, dan baik hati, jangan salahkan Tuhan, jika mereka akrab satu sama lain, bahkan hingga puluhan tahun kedepannya, adakah sesuatu bisa dimaknai disini..?

Benar, mereka bisa saling melengkapi, Asli ..! selama satu tahun aku sebangku dengan Kiki di kelas enam, kami tak pernah bermusuhan, apalagi bertengkar. Kiki hanya menandai bangkunya, menggaris meja tulis disekolah kami dengan pengaris  dan poltot dengan garis panjang, lantas,  sruuuut ….. ! batas area jalur gazapun tergambar, selebihnya tak ada apapun, terkecuali besoknya aku membawakan dia komik HC. Andersen, plus senyum tentunya, “Maapin adhe Ki..”, Kiki yang baik hati akan seketika menyambut komikku terlebih dahulu, memeriksanya sejenak, (udah pernah dibaca belum, pikirnya, pasti), jika belum, Kiki akan tersenyum manizz, “iyaa dhe, sama2, maapin Kiki juga”

Jalan-jalan menelusuri masa lampauku, menghadirkan sebuah pemahaman, bahwa, kadang untuk melakoni `BISA` itu wajib diikuti `BAIK` meski tak selalu mutlak `BENAR`, karena Baik dan benar hanyalah milik Allah Ta`ala.

`Allahumma Alhimni Rusydii Wa Qinii Syarro Nafsii`, (Yaa Allah, berikan Ilham kepadaku agar selalu mengikuti Kebenaran dan Peliharalah aku dari segala Keburukanku)

Catatan :
Coklat adalah makanan kesukaanku, yang dalam situasi apapun coklat hingga kini kerap mengelabui situasiku sesungguhnya.


Damia B Gatimurni




1 komentar:

Goen Gunadi mengatakan...

Waas Dhe, ... kabayangan suasanana, ... kabayang roman kep sek nu galak mun keur bendu (waktu itu kepsekna pa somantri)... beres maca ditungtungan ku nyerengeh sorangan

Posting Komentar