Pages

Selasa, 26 April 2011

Cukup, Dengarkan Saja Aku Bicara


Surat Kepadamu, Diujung Sana

Pagi  hari seusai sholat dhuha, ponselku berkedap kedip, suaranya pelan, dan memang sengaja ku kecilkan volumenya, ada sebuah nama tertera display ponsel, nama yang ku rindu diam-diam,
“Dee, ini Aya ……………”  dan bla bla bla kami bicara panjang lebar, berikut kudengar isak pilu tertahan, lantas entah dari mana datangnya,  tiba-tiba aku punya keberanian lagi untuk `marah` kepadanya, jelas ini amat langka bagiku, karena `marah sudah lama ku pendam jauuh ke dasar bumi, dan tak ingin ku lihat lagi. 

Lucunya disaat yang sama, tiba-tiba aku juga teringat kepadamu di ujung sana, karena aku sempat berkhayal, bahwa aku ingin sekali bertemu denganmu, lantas kita bincang-bincang, aku juga sempat berkhayal, kita bertemu di sebuah pantai, dengan debur ombak yang memekak hebat ditelinga, lalu kita sepakat bicara pelan sambil mengukur kekuatan konsentrasi pikiran menahan lajunya brisik alam disekitar. Yaa, inilah khayalku yang belum kesampaian sampai kemudian datang telepon dari Aya.

Ada banyak sebab kenapa aku butuh sekali bertemu denganmu, asli nya aku ini tak setegar yang kamu duga, dikuat-kuatkan semata demi `janji diam-diam` kepada ibundaku, dan engkau tau hal itu.  
Kau tau,
Aku ingin bicara tentang kehidupan, yang tak bisa dibeli diwacana manapun terkecuali itu ada pada proses pengalaman hidup seseorang, pengalaman hidup yang kemudian melahirkan rasa `empati` pada siapapun saja, terlebih mereka yang mengalami sendiri, `tercubit, terjepit` ganasnya hidup, lantas menggelepar sendirian. 

Kau tau,
Kadang aku sering bertanya-tanya, mengapa mereka selalu saja seperti terjebak pada kalimat “ Jangan sampai terlambat membuka mata, jika engkau tak ingin menangis dengan sendirinya”, sebuah kalimat yang sesungguhnya adalah juga `warning` buat aku sendiri, jadi…? bisa kah engkau menafsirkan, betapa hebatnya pergolakan batin ku ? 

Duuh, ingin rasanya aku berteriak, mengapa selalu saja kamu terlambat menyadari , bahwa sesungguhnya aku butuh rasa `empati` darimu, setidaknya, cukup untuk mendengarkan saja aku bicara, yaa.., benar...!, cukup dengarkan  saja aku bicara … 
Kau tau,
Kini, kamu di mataku, tak ubahnya seperti  mereka yang lain, selalu menganggap aku ini `aneh`, terlalu banyak mikir lah inilah, itulah, lantas berakhir dengan “Dee, maafkan aku, selama ini aku salah mendugamu”.

Kembali Aya,
Aya bilang akh … , lagi-lagi  Aya mengatakan hal yang sama, “Dee, maafkan aku..”
Kamu pun bilang  sore kemarin, “Dee, maafkan aku ”
Kalian berdua sama-sama menangis, menangis untuk hal yang berbeda, diwaktu dan tempat yang berbeda, kalian bak bumi dan langit, dan … .. saat ini, aku hanya tau, kalian menangis untuk hal yang sama, yaitu untuk sebuah kalimat “Jangan Sampai Terlambat Membuka Mata, Jika engkau tak  ingin menangis dengan sendirinya.
Lantas, aku menangis, karena rasa `empati` ku kurang diminati..
Maka kini aku hanya ingin bilang kepadamu di ujung sana, cukup, dengarkan saja aku bicara …



Bandarlampung 27 April 2011


Pada Sisi Terdalamku 




Damia B Gatimurni

0 komentar:

Posting Komentar